Transportasi Laut Menjadi Jantung Konektifitas di Indonesia

Usaha Pemerintah untuk membangun konektivitas nasional ditujukan demi mendorong pertumbuhan yang inklusif. Daerah-daerah terpencil tersebut salah satunya dihubungkan dengan pelayaran perintis. Elemen utama dalam pelayaran ini adalah menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip-prinsip keterpaduan,
bukan keseragaman; memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems; menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur dan pelayanan dasar dalam menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif). Integrasi ekonomi ini bertujuan menyebarkan manfaat dan standar hidup berkualitas.
Pelayaran perintis diselenggarakan untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di daerah terpencil sehingga perekonomian di daerah terpencil berkembang sesuai dengan program MP3EI dan paradigma Sislognas (sistem logistik nasional) yaitu Ships Promotes The Trade.
Supaya konektivitas ini bisa terwujud, maka kuncinya rute yang dibakukan harus menghubungkan daerah terpencil dengan daerah yang maju, trayek tidak tumpang tindih dengan angkutan laut komersial, jumlah pelabuhan yang disinggahi dalam satu kali perjalanan (voyage) mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi, hinterland pelabuhan yang disinggahi memiliki potensi untuk berkembang, trayek dilalui secara terjadwal sehingga ada kepastian bagi pelaku perdagangan.
Pelayaran perintis ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Di sana telah diamanatkan tentang pengembangan pelayaran perintis sebagai salah satu strategi mempercepat pembangunan nasional yang inklusif. Artinya pengembangan pelayaran perintis harus masuk dalam koridor MP3EI dan Sislognas. Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Armida S. Alisjahbana dalam Musrembangnas 2012, tahun ini Pemerintah memprioritaskan penanganan jalan dan pelabuhan secara terintegrasi di Kawasan Indonesia Timur untuk meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian serta konektivitas di wilayah tersebut, melalui implementasi MP3EI.
Untuk itu, Pemerintah menargetkan investasi sebesar Rp368,6 triliun untuk menggenjot konektivitas nasional. Nilai investasi ini mencakup 110 proyek di enam koridor ekonomi MP3EI. Penentuan rencana aksi quick wins konektivitas ini didasarkan pada daftar proyek konektivitas yang telah divalidasi. Dari 110 proyek tersebut, pemerintah menentukan 10 proyek utama yang akan di-groundbreaking pada tahun 2012. Beberapa proyek prioritas konektivitas yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun ini, antara lain Pelabuhan Jayapura yang nilai investasinya diperkirakan mencapai Rp43 triliun, dan pembangunan mass rapid transportation (MRT) Jalur Utara-Selatan yang investasinya mencapai Rp40 triliun.
“Program konektivitas merupakan prioritas nasional untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi. Untuk itu, dibutuhkan dukungan pendanaan dari pusat melalui APBN, APBD, dan sektor swasta. Ada porsi APBN, APBD Provinsi, Kabupaten/ Kota, dan swasta supaya infrastrukturnya menyambung, tidak hanya jalan, pelabuhan dan bandara juga,” ujar Armida.
Khusus untuk konektivitas transportasi laut, Pemerintah akan memperkuat kapasitas pelabuhan, terutama di daerah Buli, Jailolo, dan Tobelo (Maluku Utara), serta kawasan perikanan di Morotai. Selain itu, yang juga menjadi fokus utama adalah meningkatkan ketersediaan infrastruktur, khususnya di koridor V dan koridor VI yang mencakup Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan sebagian wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurut Menko Perekonomian Hatta Radjasa, pihaknya akan menyediakan kapal dan sarana pendukungnya dengan dana sebesar Rp1 triliun untuk menjamin adanya konektivitas di wilayah Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT). “Akan dibangun sistem transportasi laut dengan kapal berbobot mati 1.000 DWT (dead weight tonnage) dalam rangka konektivitas di wilayah itu,” ujarnya. Lebih lanjut, Hatta mengungkapkan, selain membangun konektivitas di Kawasan Timur Indonesia, Pemerintah berencana memodernisasi fungsi pelabuhan yang selama ini mengalami stagnasi akibat berbagai keterbatasan. Pelabuhan-pelabuhan yang memerlukan peningkatan kapasitas dan modernisasi antara lain Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Dumai, dan Belawan. Selain itu, juga akan menambah jumlah pelabuhan yang dikelola unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Kementerian Perhubungan.